17
Agustus 1945, 67 tahun silam, saat-saat bersejarah yang tak pernah terlupakan
oleh bangsa Indonesia dalam memori ingatannya. Saat Sang Saka Merah Putih menjulang
dengan tegaknya di angkasa melihat dengan seksama wajah-wajah Sang Garuda yang
tengah menggelora semangatnya menyambut kemerdekaan negerinya. Dengan semangat
Nasionalisme itulah para pejuang bangsa ini dengan gigihnya merebut kemerdekaan
dari tangan penjajah. Para pejuang tak ingin terus menderita hidupnya, para
pejuang memiliki cita-cita yang tinggi untk kemajuan bangsa ini di masa yang
akan datang, Para pejuang tidak ingin terus berada di bawah kuasa bangsa lain.
Dengan semangat yang berkobar dalam dada, para pejuang dengan relanya telah
mengesampingkan jiwa-jiwa individualisme, hedonisme, konsumerisme, kapitalisme,
dan liberalisme demi mewujudkan Indonesia yang merdeka.
Hal
demikian tercermin dalam Sang Saka merah putih, keberanian yang didasari dengan
kesucian manjadi filosofi tersendiri dari identitas bangsa ini. Merah yang
berarti berani berada diatas warna putih. Sedangkan warna putih yang berarti
kesucian sekaligus menjadi dasar atas terlahirnya keberanian itu.
Begitu indahnya perjuangan para pejuang
kemerdekaan, begitu indah pula saat Sang Saka Merah Putih dikibarkan di seluruh
penjuru negri ini, namun dibalik semua itu pernahkah dalam benak kita
terpikirkan tentang bagaimanakah perasaan yang dirasakan oleh para pejuang kita
dalam menyambut kemerdekaan Indonesia?. Ya tentunya anda semua sangat
mengetahui jawaban atas pertanyaan ini. Rasa bahagia ataupun senang telah menghantui
jiwa-jiwa para pejuang kita pada zaman itu ketika hendak menyambut kemerdekaan,
bahkan kebahagiaan itu muncul bukan hanya ketika sebelum menyambut kemerdekaan,
akan tetapi mereka terus dihanuti dengan perasaan bahagia sampai akhir hayat
menjemput jiwa-jiwa berani yang telah tertanam dalam dirinya. Rasa bahagia muncul
karena harapan yang begitu tingginya akan kemajuan bangsa ini di kemudian hari,
yang perjuangannya akan dilanjutkan oleh generasi penerus bansa ini.
Harapan, kebahagiaan, jiwa semangat
dan berani, rasa nasionalisme dan patriotisme yang dijunjung tinggi itu,
nampaknya telah tergerus dalam jiwa penerus bangsa ini. Entahlah mengapa rasa
nasionalisme dan patriotisme sangat jarang sekali kita jumpai dijunjung dengan tingginya
oleh bangsa ini, mengapa pula bangsa ini seolah-olah lebih mengutamakan
kepentingan individual dan finansial daripada berjuang dengan rasa nasionalisme
dan patriotisme demi memajukan bangsa ini.
Ketika fakta berbicara, negeri ini
telah terjangkit oleh korupsi yang semakin merajalela, rakyat yang semakin
menderita, ketidakadlian yang tidak merata, serta kemiskinan yang semakin
menganga. Ironinya, para petinggi bangsa ini yang seharusnya bertanggung
jawab pun semakin menurun kewibawaannya,
bahkan seolah-olah membiarkan hal ini terjadi.
Jika seandainya saja para pejuang
kemerdekaan masih hidup dan melihat dengan kasat mata sebagian potret bangsa
ini, sungguh perasaan sedih akan bergelora dalam dirinya. Bagaimana tidak, mereka
yang telah bersusah payah memperoleh kemerdekaan negeri ini telah dirusak
semena-mena oleh generasi penerus yang justru diharapkan oleh mereka.
Bukan saatnya lagi kita hanya
tinggal diam melihat keadaan negeri ini. Jiwa nasionalisme dan patriotisme
harus selalu muncul dalam jiwa kita, tidak hanya saat peringatan Hari
Kemerdekaan, akan tetapi setiap saat. Dirgahayu Kemerdekaan ini merupakan
peringatan bagi kita untuk selalu mengingat jasa-jasa para pahlawan kita yang
telah berjuang mati-matian merebut kemerdekaan dari para penjajah. Identitas
bangsa yang baik ditentukan oleh kita penerus bangsa. Realitas buruk yang telah ada harus segera diperbaiki. Kita
semua lah yang menjadi harapan besar para pejuang Kemerdekaan Indonesia untuk
kemajuan bangsa ini 67 tahun silam. Tegakan kembali rasa nasionalisme dan
patriotisme terhadap negeri ini. Dirgahayu Indonesia, Dirgahayu kemajuan
bangsa..!!
Terima kasih, semoga bermanfaat bagi
kita semua. Wassalam.
Karawang, 17
Agustus 2012
Pukul 00.04
-Redza Dwi
Putra-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar