Siapa
sih yang tidak kita kenal dengan
korupsi?. Hampir semua orang tahu akan hal ini. Indonesia merupakan
salah satu sebagai negara terkorup ketiga di dunia. Dengan dalaih tersebut
nampaknya berbagai upaya untuk memberantas hal itu semakin gencar dilakukan.
Berbagai lembaga khusus didirikan, berbagai forum yang menentang hal itu
dibentuk, berbagai seminar pencegahan atas tindak kriminal tersebut dijadikan
bahan diskusi, serta berbagai upaya pemerintah lainnya semakin deras saja
dilekukan.
Begitu
gencarnya pemerintah sampai-sampai tak pandang bulu terhadap penanganan
berbagai kasus korusi di negri ini. Namun, mereka tetap berkutat dengan
prosedur berbelit-belit yang justru menghalangi misi mulia itu. Memang,
memberantas korusi bukanlah hal yang mudah. Semakin diperangi kejahatan ini
semakin menjadi. Sepertinya hampir semua sektor di negri ini telah terjangkit
dari wabah korupsi ini, semuanya sudah dikerubuti oleh predator jahat ini.
Rakyat
amat merasakan sekali, perlahan tapi pasti, korupsi akan menhancurkan Republik ini.
Pemerintah pun sama halnya menyadari akan racun berbahaya ini. Yang menjadi
persoalanna adalah kesadaran tersebut tidak dibarengi dengan upaya luar biasa
untuk memeranginya. Upaya memebrantas korupsi yang sudah sulit malah semakin
dipersulit.
Contohnya
saja, aturan pejabat yang terjerat kasus korupsi bsru bisa diperiksa jika sudah
mendapat izin dari presiden. Singkatnya, anggota DPR, Kepala Daerah, bahkan
Mentri pun yang telah terbukti sebagai tersangka korupsi bisa tenang-tenang saja
selama belum ada secarik lembar kertas izin dari presiden untuk pemeriksaannya.
Percaya ataukah tidak ? namun hal yang demikian itulah kenyataanya.
Mekanisme
perizinan itu pun bukanlah hal yang mudah. Berbagai prosedur harus ditapaki
satu persatu. Perkara yang ada harus diekspos terlebih dahulu di sekretariat
kabinet sebelum akhrinya mendapatkan izin dari presiden. Aturan yang demikian
ini nampaknya kontradiktif sekali dengan upaya untuk menggempur melawan
kejahatan ini. Disaat pemberantasan korupsi perlu bergerak cepat, pemerintah
justru mempertahankan barikade penghambat. Padahal sudah tidak bisa terhitung
lagi nampaknya semakin hari para pelaku koruptor semakin bertambah tak
terkendalikan.
Ya,
itulah bagian dari potret negri ini. Prinsip persamaan di depan hukum nampaknya
hanya sebatas tersirat di dalam konstitusi saja, dan nyatanya telah terjadi
kesemrawutan yang tiada terkira di tataran kehidupan. Ya, jika memang semua
warga Indonesia sama derajatnya di depan hukum, kenapa para petinggi negara
yang terjerat hukum diperlakukan demikian Istimewa?. Mulai dari pemeriksaan,
penanganan, sampai-sampai perlakuan dalam ‘Istana Tahanan’ pun begitu Istimewa.
Sampai
kapanpun dan dimanapun koruptor tetap saja koruptor. Koruptor bukan superman, juga
bukan pula tamu hotel, apalagi Presiden. Siapapun dia, apapun jabatannya. Semua
haru sama perlakuannya di depan hukum. Koruptor harus dianggap sebagai
kejahatan yang amat merugikan bagi kemanusiaan.
Karawang, 08 Agustus 2012
-Redza Dwi Putra-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar