Waah
sudah lama sekali ya tdak terlihat menulis lagi,,!!. Maaf broth and sist, ada
sedikit angguan pada komputernya nih,,heheh. Ok deh,, kita akan mulai lagi
berbicara tentang hal-hal yang luar biasa yang dicantumkan dalam sebuah bentuk
tulisan dalam blog ini. Okok kita langsung mulai aja biar ga terlalu bosan
deh,,hehehe.
Lebaran
sudah berakhir, hiruk pikuk kehidupan metropolis mulai kembali dipadati dengan
berbagai aktivitas. Kemacetan kembali terjadi di berbagai kota besar di
Indonesia, dinamika kehidupan ekonomi, akademis, poltisi, bahkan sampai
masyrakat yang tergolong masyarakat kelas bawah pun sudah mulai kembali kepada
kehidupannya masing-masing.
Menjadi
sebuah masalah dari tahun ke tahun yang tiada hentinya. Berbagai kalangan
masyarakat dari berbagai elemen pun saling berkompetisi untuk menyinggahi
beberapa kota besar yang ada di Indonesia, lebih khusunya lagi Daerah Khusus
Ibu Kota, Jakarta. Tujuannya pun beragam, mulai dari melanjutkan studinya
samapai yang sering terdengar di berbagai media yaitu untuk mengadu nasib,
mencari pekerjaan di kota tujuan. Arus urbanisasi seperti inilah yang kerap
kali mewarnai ragam masalah pasca peringatan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia.
Masyarakat-masyarakat urban dari desa berdatangan menyerbu kota-kota besar. Ada
yang dibawa oleh sanak saudaranya selepas tradisi mudik, ada pula dengan tekad
dan keberaniannya datang sendiri menyinggahi kota-kota besar.
Oleh
karena itu, utuk menghindari laju pertambahan penduduk, maka, pemerintah yang
bersangkutan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini. Ada yang
kita kenal dengan istilah ‘Operasi Yustiti’. Simplenya, operasi ini dilakukan
dengan melakukan penjaringan terhadap para pendatang di kota-kota besar. Dengan
adanya operasi ini, diharapkan laju pertambahan penduduk akan terkontrol.
Pasalnya, dalam operasi ini hanya orang-orang yang benar-benar memiliki
kompeten yang teruji saja yang berhasil lolos. Dari berbagai pandangan, hal itu
dikarenakan ketakutan masyarakat pribumi kota-kota besar terhadap mereka (para
pendatang) yang akan menjadi “sampah masyarakat” di daerahnya karena tidak
memiliki kompetensi untuk bekerja di kota-kota tujuan. Banyak di antara mereka
yang hanya sekedar menjadi pengamen jalanan, pemulung, kuli, pedagang, sampai
pengemis pun dilakoni di kota-kota tujuan urbanisasi. Hal ini yang seolah-olah
begitu kontradiksi dengan dalih semula yang betujuan untk mengadu nasib agar
lebih baik.
Acuan
terhadap operasi yustiti nampaknya bukan hanya sebuah solusi. Bagaimana tidak,
apakah hanya dengan itu sajakah mengatasi jumlah penambahan kepadatan penduduk
yang tidak terkontrol di kota-kota metropolis tersebut?. Tidak, pertambahan
jumlah penduduk akan terus saja bertambah dan tidak terkontrol di daerah
kota-kota besar selama di kota-kota kecil (asal daerah para pendatang) ataupun
kota-kota kecil lainnya tidak dikembangkan. Pemerintah di kota-kota tujuan
urbanisasi nampaknya pun akan terus kewalahan dengan adanya operasi yustiti ini
yang terus gencar dilakukan dan nampaknya pun hasil yang diharapkan tidak
seberapa dengan usaha yang dilakukan. Kita masih saja melihat
pemandangan-pemandangan yang tidak kita harapkan. Pengemis masih saja terus
berdatangan, pengamen jalanan yang semakin berkeliaran tak terkira, pedagang
asongan yang semakin sulit untuk diajak tertib dan teratur yang justru membuat
pemandangan kota semakin tidak karuan, dan hal-hal lainnya.
Ya
setidaknya, di kota-kota kecil pun perlu dikembangkan dari berbagai sektor. Jika
sudah demikian, Lapangan pekerjaan yang menjanjikan tidak hanya berada di
kota-kota besar, pendidikan yang memiliki kualitas yang memadai pun akan hadir
di kota-kota kecil. Maka, dengan adanay seperti itu, setidaknya pun bisa
mengurangi laju pertambhan penduduk yang tidak terkontrol di kota-kota tujuan
urbanisasi. Operasi yustiti pun tidak serta merta dilakukan jika sudah
demikian. Kareana operasi yustiti pun nampaknya telah bertentangan dengan pasal
27 ayat (2) diaman aturan konstitusi negara menjamin tiap-tap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Semoga
bermanfaat bagi kita semua. Selamat menjalankan aktivitas biasanya. Terima kasih.
Wassalam.
Surakarta, 01 September 2012
-Redza Dwi Putra-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar