My Work

KEPEMIMPINAN YANG NYATA



“Yang terbesar itu adalah nafsu, yang terberat adalah amanah, yang abadi itulah amal kebaikan, dan yang pasti itulah kematian”. (Komarudin Hidayat-KOMPAS 1/09/2012)
Entah mengapa, saat membaca sepintas kalimat di atas yang kutemukan dalam rubrik opini di koran kompas semacam menjadi sebuah pondasi yang akan menjadi bagian terpenting dalam kontruski suatu bangunan. Lantas, sejenak terpikirkan olehku tentang hakikat manusia hidup di bumi sebagai khalifah fiil ardh.
Menjadi sebuah entitas tanpa batas ketika harus dihadapkan dalam problema-problema hidup. Namun, bukanlah sebuah fatamorgana bagi kita selaku makluk Tuhan yang sempurna untuk berkeluh kesah, untuk menghindar, bahkan bersikukuh dengan gagahnya untuk tidak pernah merasakannya. Masalah adalah masalah. Setiap inci darinya selalu menjadi parasit bagi manusia selama hidupnya .Amat mustahil ketika sesosok manusia menyatakan penuh harap kepada Yang Maha Kuasa untuk terhindar darinya. Setiap kita (manusia) pasti pernah mengalaminya. Entah itu sadar atau tidak. Akan tetapi, ingatlah akan salah satu keistimewaan manusia dibanding malaikat sekalipun.
Manusia terlahir sebagai sebuah ciptaan yang agung yang di dalamnya pula terlahir jiwa yang agung sebagai sosok khalifah fiil ardh. Ya, kenyataan memang selalu menjadi bukti nyata dalam kehidupan. Karena kehidupan adalah sebuah sistem, maka segalanya pun akan berimbas pada suatu hal yang serba sistematis, serba teratur. Salah satunya itulah adalah sistem kepemimpinan dalam hidup. Hierarki kepemimpinan pun semakin menjadi ketika semua orang berusaha ingin menunjukan eksistensi dirinya sebagai sosok khalifah yang menunjukan sebagai identitas dirinya. Maka, tidak heran jika jabatan pemimpin menjadi ajang untuk menunjukan eksistensi tersebut.
Terkadang peranan media membawa bahagia sekaligus duka bagi kita semua. Kita sangat mudah saat ini untuk melihat secara gamblang bahwa jabatan seolah-olah menjadi ‘barang obralan’ yang semakin diminati oleh banyak orang. Tapi, menjadi sebuah bagian yang sangat mikroskopis sekali bagi kita untuk melihat bahwa jabatan bukan hanya sebagai jabatan. Jabatan itu akan melahirkan sebuah bentuk pertanggung jawaban yang tidak mudah. Nampaknya, hal ini tergambarkan dalam kalimat di atas tadi, bahwa yang terbesar itu adalah nafsu. Ya, memang sebagai manusia yang lebih istimewa daripada malaikat kerena manusia dilahirkan memiliki nafsu, sehingga perlu upaya yang amat sangat berat untuk melalui segala cobaan dalam hidup. Melawan nafsu sangat berat, apalagi harus dihadapkan pada posisi jabatan yang seolah-olah akan memberikan kehormatan bagi kita, memberikan kelebihan bagi kita di antara yang lain, bahkan memberikan kita jaminan kebaikan hidup yang istimewa. Akan tetapi, jika nafsu itu bisa kita bentengi, maka kita akan kembali terikat pada keistimewaan manusia dibanding malaikat karena memiliki nafsu yang bisa dibendung.
Karena jabatan itu bukanlah perkara yang mudah dan perlu adanya pertanggung jawaban kepada Sang Khaliq, maka yang terberat itulah memang amanat. seperti dalam prolog awal ini. Jangan terlalu meremehkan untuk menduduki jabatan kepemimpinan-karena memang itulah amanat yang harus dipegang dan dipertanggung jawabkan kepada orang-orang yang engkau pimpin, bahkan suatu bentuk pertanggung jawaban kepada Sang Khaliq selaku satu-satunya Dzat Yang Maha Pengatur segalanya ketika engkau tiba di hari pertanggung jawaban semua amal kebaikan mu kelak.
Tidak  bisa kita pungkiri, kepemimpinan itu, bukan sekedar menduduki takhta lalu kemudian berbicara. Lebih dari itu, proses pertanggung jawaban kepemimpinan seharusnya selalu didasari dengan amal kebaikan yang anda ciptakan. Maka, lantas amal kebaikan itulah yang akan menjadi bagian yang abadi selama engkau menjadi seorang pemimpin, bahkan selama hayatmu di dunia ini. Amal kebaikan yang anda lakukan kepada orang-orang yang engkau pimpin akan menunjukan kepada dunia bahwa engkaulah seorang sosok pemimpin yang memang pantas menjadi pemimpin, bahkan amal kebikan itulah yang melhirkan anda sebagai seorang hamba yang disenangi oleh Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maka sudah tidak heran bahwa yang abadi itulah amal kebaikan.
Satu hal lagi, bukan suatu hal yang janggal bahwa segala yang engaku telah pimpin, segala apapun yang telah engkau amanahkan, segala apapun yang telah engkau pebuat selama hidupmu, semuanya selalu berakhir dengan sebuah bentuk peranggung jawaban yang pasti-yang tentunya selalu dimulai dengan pasti juga dari kematian. Ya, kematian itu pasti. Maka, jika anda harus berbuat, berbuatlah semaksimal mungkin, anggaplah esok hari engkau akan dijemput oleh kematian yang serba pasti.
Berlakulah sebagaimana hakikat engkau diciptakan sebagai khalifah fiil ardh. Katakanlah pada jiwamu yang begitu agung bahwa dirimu bukan sekedar jiwa yang lemah, jiwa yang mudah patah, jiwa yang mudah rapuh. Katakanlah sekali lagi pada jiwamu yang begitu menkjubkan bahwa engkaulah memang seorang sosok pemimpin yang bisa merubah kburukan yang ada di lingkungan anda, bahwa engkaulah yang akan menjadi oasis di kala orang-orang sedang merasa tersesat di padang gurun yang begitu panas. Katakanlah pula pada hatimu yang begitu mulia bahwa dirimu bukanlah orang-orang kecil yang hanya berpandangan hidup hanya sekedar hidup, lebih dari itu, engkaulah laksana prajurit dalam perang ketika engkau diamanahkan oleh-Nya hadir di dunia ini untuk menjadi seorang khalifah yang bertanggung jawab terhadap amanah yang diembannya.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 Kullukum rooin wa kullukum masnuuwlin an ro’iyatihi. Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya.
Semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita bisa menjadi orang yang bermanfaat kelak. “Kepemimpinan adalah hal yang nyata dan bukan sekedar rekayasa belaka”. Terima kasih. Wassalam.

Surakarta, 09 September 2012
-Redza Dwi Putra-

Potret Kata Designed by Templateism | MyBloggerLab Copyright © 2014

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.