My Work

Andaikan Kita Belajar dari Mereka

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ2AdhMJVM3rj8ot203gZ_z7vW2okzl6KP9WEqpYFaYBbtFvaMgZUGCzuOFFI2-ZykgHmWM1MJ05WHe8Ey8II7lBI4mCeSC6NL3ghlXLyqgaZgLAO9P9zTV5uwETKFxYF3Lc-6hZ01e9M/s400/miskin2.jpg
Siapa sangka orang ‘miskin’ itu malas?. Aduhai tidakkah kita memperthatikan bagaimana mereka bekerja. Lihatlah bukankah mereka bekerja begitu kerasnya?. Lihat saja tukang pikul barang dagangan di pasar, seharian kerja keras, memikul kesana-kemari, membawa ini itu, bekerja sehari penuh, tapi yang didapatkan tidak seberapa. Lihatlah bagaimana seorang buruh pekerja kasar bekerja. Bukankah mereka bekerja seperti membanting tulang mereke sendiri, tenaga mereka peras sedemikian rupa, otak meraka putar sedemikian rupa. Pun tetap saja sama hasil yang didapatkan tidak seberapa. Lihatlah bagaimana seorang tukang sampah bekerja. Bekerja baginya adalah penyambung hidup satu-satunya. Mereka bekerja sudah barang tentu sangat keras. Dari langit yang masih gelap dan pulang pun sudah gelap. Dan lagi-lagi tetap saja hasil yang didapatkan tidak bisa mencukupi kehidupannya.
Lantas masih sajakah anda menyebut mereka malas?. Masih bisakah anda menyebut mereka tidak peduli dengan keluarga lah?, tidak peduli dengan kehidupannya lah?. Coba anda bandingkan dengan orang-orang yang bekerja dengan santai, duduk manis sambil minum kopi dan nonton TV, tau-tau uang nongol di depan pintu. “Iya za, bener banget. Tapi kan mereka orang-orang ‘miskin’ tadi kan seagai konsekuensi masa mudanya dulu, salah mereka sendiri tidak bersungguh-sungguh, maka ya akibatnya seperti itu. Coba mereka bersungguh-sungguh, ya pasti kan dia juga bisa jadi kaya orang tipe kedua tadi, kerja santai tetapi rejeki berantai”.
Kawan, tidakkah engkau belajar dari banyak hal..!!.saya tidak berbicara mengenai hukum kausalitas (sebab-akibat). Ya, saya mencoba mengingatkan bahwa beljar itu penting, termasuk beljar membaca keadaaan. Seperti misalnya hal diatas tadi. Seandainya kita mau belajar dari mereka, maka soal integritas akan tertanam kok dengan sendirinnya, percaya deh..!!. Lihat saja mereka orang-orang ‘miskin’ tadi. Mereka bukan hanya pekerja keras, tetapi mereka bekerja melebihi batas. Pengerahan tenaga dengan rasa lapar yang melilit. Pencurahan pikiran untuk memikirkan kehidupan keluarga bak air terjun mengalir, tiada henti-hentinya. Sepertinya belum pantas saja bahwa kita bisa dengan sederhana bilang bahwa miskin karena malas atau kita bilang dengan enteng bahwa kemiskinan karena bodoh. Bukankah di ‘atas’ sana orang-orang masih saja terlihat bodoh.
Dengan embel-embel pembangunan harus dikedepankan sebagai tanda kemajuan bangsa, mereka akhirnya membagun ini itu, bodoh, sehingga melupakan nilai-nilai ekologis, bodoh, sehingga mereka melupakan nilai-nilai sosial kemasyarakatan, bodoh, kerena mereka hanya memikirkan bagaimana negera maju, lantas dirinya ikut tersohor. Aduhai, pembagunan itu masih saja berkutat pada hal-hal fisik. Pembangunan tapi mereka yang di ‘bawah’ tidak dibangunkan. Justru dibiarkan tertidur lelap membiarkan nasib mengantakan hidup mereka pada kesengsaraan, yang ujung-ujungnya menjemput mereka pada kematian.
Kalau kita akan memuliakan bangsa dan nusa, baiklah kita menyempurnakan terlebih dahulu mereka yang berjuta-juta di desa itu, sebelum mereka belum hidup sempurna, belumlah kita berhak menamakan diri kita sebagai: Anak Indonesia. (Dr. Soetomo)
# Maaf, tulisan ini bukan bermaksud menyindir mereka yang miskin, apalagi merendahkannya. Bukan sama sekali. Karena bisa jadi saya pun termasuk bagian dari mereka.
Karawang, 30 Juli 2013
Redza Dwi Putra

Potret Kata Designed by Templateism | MyBloggerLab Copyright © 2014

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.