Wajah
keriput nan tua itu menghela nafas sebelum pada akhirnya jari jemarinya
bergerak. Memikirkan sesosok wajah seseorang yang amat dicintainya. Wanita itu,
lagi-lagi menghela nafas, kali ini lebih panjang. Terdiam sejenak. Lantas, bergeraklah
jari-jemari tua itu.
Tiga
kata paling tidak, telah mewakili rasa cemas yang berkecimuk di dalam dirinya. Bagaiamana kabarnya nak?. Tangan tua
itu, demi ingin mendengar tentang kabar seseorang anak yang sangat dicintainya,
tanpa menunggu lagi gemetar menekan tombol ok.
Message transimtted.
Maka,
dalam hitungan seperjuta kedipan mata. Melesat. Berpilin. Berputar. Seketika saat
tombol ok itu ditekan, maka
berkuranglah kecemasan itu. Jika saja mata mampu melihatnya, pesan itu bak
komet, bagai anak panah, macam rudal berkecepatan tinggi, 21 karakter pesan itu
melesat dengan kecepatan super power. Menderu tak tertahankan menuju tower transmisi
terdekat. Sepersekian detik lagi, berpindahlah ke ia ke atas. Melewati awan,
menembus lapisan-lapisan atmosfer, lantas masuklah menuju satelit-satelit
pemancar. Bercampurlah ia dengan bermiliar-miliar pesan, suara, gambar, dan
data-data lainnya dari seluruh penjuru bumi. Diseleksilah pesan itu. Lantas,
sebelum mata sempat berkedip lagi, sebelum beranjak pergi, pesan itu sedah
dikembalikan menuju bumi.
Memancarlah
ia. Seperti meteor. Pecah. Membawa pesan itu ke tujuannya. Maka, tibalah saat
yang tepat. Gelombang-gelombang itu, kembalilah ia menjadi sebuah pesan
tertulis. Masuk ke dalam sistem teknologi yang begitu rumitnya. Berubahlah kembali
menjadi 21 karakter huruf yang dirangkai dengan penuh kasih sayang. Sepesekian
detik tibalah saat yang tepat. Message received.
Terlihatlah
kembali pesan itu. Mengharapkan seseorang yang amat disayanginya itu segera
melihatnya. Tetapi wanita tua itu, tetap saja setia menunggu jawabannya. Entah
tidak sedikitpun mengetahui sedang sesibuk apapun orang yang disayanginya itu.
Lagi-lagi dia tetap saja sabar menunggu. Hanya ingin mendengar kabarnya.
Mungkin setelah sekian lama tidak berjumpa. Terpisah jarak dan waktu. Itu saja
sudah cukup membuatnya menghilangkan rasa cemasnya. Berharap semuanya baik-baik
saja.
Dan
tibalah saat yang ditunggu-tunggu itu tiba. Pesan balasan terkirim. Lagi-lagi
masuk ke dalam sistem gelombang yang amat rumit. Berubah lagi menjadi
pesan-pesan tertulis hanya dalam hitungan sepersekian detik. Alhamdulillah baik-baik saja. Bagaimana kabar disana, Bu?. Tujuh kata.
sudahlah menjadi penghilang kecemasannya selama ini. Dia tidak pernah bosan
mengirimkan pesan-pesan itu. Tidak peduli apapun bentuknya. Pesan tertuliskah,
Suarakah, gambar. Semuanya hanya ingin memastikan anak yang disayanginya itu
baik-baik saja.
Kau
tahu kawan, cinta itu, kasih sayang itu, sungguh tiada banding dengan siapapun.
Pengorbanannya hidup dan mati, kasih sayang yang amat sangat dipeliharanya,
kepeduliannya yang selalu berjalan istiqomah
dari waktu ke waktu. Ah, tidak ada habisnya untuk menceritakan
segala bentuk pengorbanannya kepada kita. Satu persatu hanya dilakukan demi
melihat buah hatinya tersnyum. Lantas sang waktu lagi-lagi telah mendesak
siapapun.
Mengharapakan
kebersamaan selalu dengan buah hati yang amat sangat disayanginya. Tetapi waktu
selalu menjadi alasan perpisahan itu. Saat sang waktu menuntnya agar perpisahan
itu terjadi, maka tiada hal yang bisa dilakukan lagi. Maka, tibalah di masa
itu, saat saat semua terpisah jarak dan waktu. Saat semua terpisah tempat yang
tak lagi satu. Semua memang terasa memilukan baginya. Tetapi, dengan
keikhlasannya, dilepaslah sang buah hati kemanapun yang diinginkannya. Demi
mencari apapun yang diimpikannya, demi menemukan jati dirinya di negeri antah
berantah sekalipun, demi menemukan sosok yang diinspiraskannya. Semua sungguh
hanya demi buah hatinya. Tidak peduli betapa sedihnya perpisahan itu baginya.
Andaikata
semua sudah terjadi, tidak ada kata putus kasih sayang, tidak ada kata tidak
cinta, tidak ada kata tidak peduli. Beribu siklus gelombang pesan tadi selalu
terjadi. Mengobati rasa rindunya, Mengobati kecemasannya. Rela melakukan apapun
agar buah hatinya bisa lebih baik darinya, itu saja.
Tidak pernah sekalipun dia meminta untuk menggantikan segala pengorabanan yang
telah dilakukannya selama ini. Karenanya, jangan
sekali-sekali mengecewakannya, membuat hatinya terluka. Mintalah maaf sebelum
terlambat. Berikan yang terbaik untuknya. Buatlah dia tersenyum selalu. Untukmu,
wanita terhebat dalam hidup siapapun. Ibu. (redza)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar