Berlalu
sudah serangkaian agenda besar Ujian tahunan para pelajar tingkat akhir
Indonesia. Ujian Naional, ya ujian yang acapkali menimbulkan banyak kontroversi
bagi beberapa kalangan. Entah alasan karena Ujian Nasional di Indonesia masih saja
dijadikan sebagai satu-satunya standardisasi dalam keberhasilan belajar siswa
sehingga mau tidak mau tetap dijalankan-atau atas musabab tidak ada penjaminan
atas berhasilnya belajar siswa jika hanya UN dijadikan sebagai tolak ukurnya,
sehingga wajar saja jika banyak yang menolaknya.
Ya,
memang adalah hal yang penting ketika Standar Nasioanl Pendidikan Indonesia
mencantumkan Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pengelolaan, dan Standar
Proses. Ketiga hal yang bisa dijadikan sebagai landasan dalam keberlangsungan
sebuah Ujian Nasional di Indonesia ini.
Standar
Penilaian Pendidikan telah terimplementasikan dalam sebuah format evaluasi tahunan
nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat-yang bernama Ujian Nasional
ini. Sedang Standar Pengelolaan memang menjadi tanggungjawab para pamangku
kebijakan pendidikan untuk menjadi penyelenggara dalam mengelola kelancaran
pendidikan Indonesia. Dan Standar Proses setidaknya merupakan inti dari
berkembangnya segala daya kreativitas; prakarsa; serta kemandirian yang sesuai
bakat, minat, kondisi fisik dan psikologis peserta didik-yang dikemas dalam
sebuah pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
sekaligus memotivasi siswa dalam berpartisi aktif.
Ketiga
hal diatas merupakan komponen yang saling terintegrasi. Tiga menjadi satu dan kemudian
satu untuk semua. Ya, ketiga landasan yang menjadi akar keberlangsungan
pendidikan harus tumbuh menjadi cabang-cabang yang berdampak pada masyarakat
secara luas. Karena landasan berfikir universal telah sampai pada pangkal pemikiran
sederhana masyarakat Indonesia. Yaitu bahwa pendidikan merupakan something of public-sesuatu yang telah menjadi hak seluruh rakyat Indonesia yang
telah diatur oleh konstitusi dan dasar negara. Maka, begitu pula dengan hasil
akhir dari evaluasi pendidikan itu.
Progresifisme
Ujian Nasional
Di
alam Indonesia ini, pandangan masyarakat umum semacam telah menjelma menjadi
hak paten, bahwa pendidikan yang dinilai dari hasil evaluasi yang diselenggarakan
pemerintah melalui Ujian Nasional ini adalah satu-satunya dogma. Ya,
sederhananya siapa yang mendapat nilai baik dalam Ujian Nasional adalah dia
yang berhasil dalam proses belajar, begitu pula sebaliknya. Pemikiran yang
demikian pun nampaknya telah tertular ke dalam pikiran siswa sebagai eksekutor
utama Ujian Nasioanal itu. Maka, wajar saja jika dia yang dinyatakan lulus akan
mengalami sebuah euforia yang tak terkira, atau dia yang dinyatakan tidak lulus
sungguh merasa kecewa dan sedih bukan main.
Paradigma yang telah menjadi satu
kesatuan holistis dalam pemikiran masyarakat Indonesia bahwa ujian nasional adalah
segalanya dalam pendidikan-adalah suatu hal yang klasik sekali. Ironisnya,
pemikiran yang menjadi hak paten masyarakat kita itu telah bersebrangan dengan realita
yang terjadi. Ujian Nasional yang menjadi agenda rutin tahunan selalu saja
tidak terlepas dari hiruk-pikuk permasalahan mendasar yang muncul. Mulai dari
sistem percetakan soal yang diperdebatkan (sentralisasi/desentralisasi),
distribusi soal, kebocoran soal, penundaan ujian, sistem paket soal yang tiap
tahun mengalami perubahan, dan hal-hal teknis lainnya.
Terlepas dari hal itu, visi dasar pemerintah
dalam hal ini adalah mulia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
menciptakan sebuah program penilaian pendidikan bersakala nasional sebagai
bagian dari standar penilaian pendidikan yang dilaksanakan pemerintah.
Dan yang kita sadari, ujian nasional
ini melulu berorientasi pada kemajuan yang lebih baik dari tahun ke tahun. Maka
tugas dasar dari pelaku utama pendidikan adalah mewariskan prinsip-prinsip
dasar pendidikan dan nilai–nilai kebajikan, yakni bahwa pendidikan adalah ilmu
yang akan menghasilkan laku-yang berlaku universal bagi generasi masyarakat
kini dan masyarakat yang akan datang. Itulah prinsip dasar progresifisme.
Melanjutkan apa yang telah ada tanpa melupakan transfer nilai-nilai kebajikan dalam
masyarakat dengan selalu berorientasi pada kemajuan ke arah yang lebih baik.
Ilmu dan Laku Ujian Nasional
Ujian Nasional memang merupakan
bagian dari suatu pembelajaran. Sehingga kita tidak bisa menyangkal, bahwa
teori belajar adalah sebagai perubahan tingkah laku. Bukan lagi pada seberapa
banyak ilmu yang didapat. Lebih kepada bagaimana melakukannya, penerapannya-sebagai
hasil perubahan tigkah laku. Maka, telah sampai pada suatu kesimpulan sederhana.
Bahwa ilmu adalah bahan dasar, dan laku adalah produk, hasil.
Ilmu dan laku adalah ibarat pikiran
dan perbuatan. Hubungan keduanya adalah koherensi. Perbuatan adalah hasil dari
pikiran dan pikiran berasal dari perbuatan. Perbuatan benar tentu saja berasal
dari pikiran yang benar, dan perbuatan benar juga menghasilkan pikiran benar.
Dan pendidikan tetap saja tidak terlepas pada nilai-nilai kebenaran.
Kini, sebuah pemikiran semakin berkembang.
Sehingga bagi sebagian orang berpandangan bahwa pikiran lebih utama dari
perbuatan. Dahulu kala manusia berperang karena perbuatan dan pengalaman.
Tetapi sekarang, manusia berperang karena perbedaan cara berpikir. Era pemikir.
Dia yang pemikir adalah dia yang menang. Selama laku benar dan baik, maka ia
benar dan baik. Itulah sebabnya ujian nasional setidaknya pun harus
berorientasi pada perubahan pikiran siswa dengan pencapaian laku siswa yang
bermartabat. Ya, karena pendidikan kita ini adalah sesuatu yang being sekaligus becoming. Menjadi manusia yang bermartabat dalam berlaku di
masyarakat adalah tujuan yang diharapkan.
Ujian
Nasional yang menjadi bagian evaluasi pendidikan berskala nasional adalah salah
satu komponen dalam menyikapi penilaian siswa. Jangan sampai orientasi ujian nasional hanya terangkum dalam kemampuan kognitif
siswa dan menjadi satu-satunya alasan keberhasilan siswa dalam belajar. Akan
tetapi tetap memahamai prinsip-prinsip ilmu yang menghasilkan laku dalam
progresifitas pendidikan di negeri ini. (Redza)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar