My Work

PESAN BUMI UNTUK PRIBUMI


Bagaimana jika atau tepatnya situasi yang akan kita hadapi di tempat kita berpijak ini (bumi) penuh sesak, kondisi yang panas dan rata?. Itulah barangkali bagian dari refleksi peringatan hari bumi beberapa waktu lalu. Hari yang digagas oleh Gaylord Nelson, seorang senator Amerika 43 tahun yang lalu atas desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup.
Bisa jadi bumi yang penuh sesak ini, karena penduduk yang makin banyak, atau akibat keberhasilan dalam menekan angka kematian, industrialisaasi yang merambat luas bertumpuk di kawasan perkotaan dan sekitarnya tanpa upaya yang seimbang dalam pembenahan sarana dan prasarana, termasuk distribusi masyarakat yang tidak merata dan ketidakseimbangan laju kelestarian lingkungan dengan pembangunan fisik.
Bumi yang kita rasakan panas sekarang ini, karena kemajuan teknologi telah mempercepat laju peningkatan emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer yang menghambat pelepasn hawa panas dari bumi ke luar angkasa. Sedangkan bumi yang memperlihatkan kondisi yang rata, karena kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi yang memungkinkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja dapat saling berhubungan dan saling bersaing dalam segala hal dengan mudah sehingga seolah-olah bumi seperti berada di atas sebuah piring yang besar dan rata.
Terlalu naif memang jika kita sering mendengar seruan-seruan di jalan atau di media yang sering mendengung-dengungkan kelestarian lingkungan. Kemudian kita yang skeptis soal lingkungan hanya diam, apatis. Dan lebih parahnya lagi jika kita berlaku sebagai penyangkal yang terus mengatakan bahwa kerusakan lingkungan, perubahan iklim yang tidak menentu, eksploitasi sumber daya alam yang berlebih, kerusakan keanekaragaman hayati, kemiskinan energi, kesemuanya hanya pernyataan iseng yang tidak akan terbukti.
Pembaruan bumi
Perspektif kita saat ini mengenai krisis lingkungan yang semakin memburuk bukan lagi bagaimana bumi ini tidak melulu meningkatkan revolusi Industri secara besar-besaran seperti yang dimulai pada akhir abad ke-18 lalu. Hal yang pantas sekaligus harus dilakukan bagi kita adalah bagaimana revolusi industri yang modern bersama revolusi yang inovatif bernama revolusi yang ‘hijau’ terus kita canangkan. Hijau yang sering kita maknai sebagai sesuatu yang menyejukkan, indah, bersih, dan nyaman. Atau hijau sekarang adalah bagaimana cara kita tumbuh, cara kita membangun, cara kita merancang, cara kita berproduksi, cara kita bekerja, dan cara kita hidup, yang tentunya mengarah pada kebaikan nilai-nilai ekologi. Yang bisa menjadi sebuah pertanyaan mendasar kita adalah mengapa bumi ini memerlukan revolusi yang ‘hijau’?.
            Pertanyaan tadi menunjukan kepada kita bahwa pemecahan masalah-masalah lingkungan di bumi sesungguhnya adalah sebuah kesempatan besar bagi siapapun, negara manapun yang bersedia menanggapi tantangan tersebut. Ya, tantangan energi dan iklim, tantangan preservasi dan konservasi, dan tantangan-tantangan lingkungan lainnya.
Dan alasan mengapa menjadi sebuah kesempatan adalah sebuah hal yang sederhana. Karena makhluk yang kita sebut sebagai manusia ini tidak bisa lagi meneruskan pendayaan pertumbuhannya dengan sistem berbasis bahan bakar fosil yang telah berkembang sejak revolusi indusri silam. Andaikata kita terus memaksakan diri, iklim bumi, hutan-hutan, sungai-sungai, lautan-lautan, dan ekosistem-ekosistem semakin terganggu. Kita memerlukan sebuah sistem energi bersih yang baru untuk merapikan kembali api-api yang telah melahap bumi kita.
Pesan bumi
Sangat sering kita mendengar istilah go green. Salah satu upaya manusia dalam menyikapi permasalahan krusial lingkungan, terutama  pemanasan global (global warming), yaitu efek pemanasan global yang menyebabkan suhu di daratan, lautan, dan di atmosfer bumi meningkat.
Semua peristiwa itu akibat dari tindakan kita yang ceroboh terhadap lingkungan, gaya hidup modern yang pragmatis, konsumtif dengan barang-barang yang tidak ramah lingkungan, apatis dengan lingkungan, dan kurang menjaga keseimbangan alam. Akan sangat disayangkan jika jumlah, waktu, energi dan basa-basi yang telah dikerahkan kita untuk menyuarakan masalah lingkungan yang ada di bumi ini hanya sebagai sebuah angan-angan utopis belaka-jika dibandingkan waktu, energi, dan upaya untuk melakukan sebuah solusi sistematis yang realistis.
Tentunya pun kita tidak ingin merasakan sedikitpun dampak fatal akibat permasalahan lingkungan ini. Di dalam sebuah bumi yang panas, bumi yang makin dipengaruhi oleh pemanasan global di bumi, maka siapa yang akan paling menderita?. Ya, merekalah oraang-orang yang tidak bersalah. Orang yang ikut disalahkan karena kesalahan yang kita lakukan terhadap bumi. Maka apakah kita tega terhadap mereka?. Bukankah apa yang kita lakukan untuk lingkungan di bumi ini pun akan berdampak bagi mereka di tempat lain. Konsep sederhananya- ada yang hilang disana terasa di sini, rusak disana terasa disini, kurang disana, terasa disini.
Jangan sampai kita malah memperparah keadaan. Makin besar kerusakan yang kita perbuat terhadap bumi ini, maka makin banyak pula tugas pengendalian yang harus kita ambil alih dan ini menuntut kita memeras kecerdasan kita sendiri untuk mempertahankannya dari waktu ke waktu dengan kekuatan sendiri. Maka, daripada kita hanya sebagai seseorang yang dari waktu ke waktu hanya sekedar menggembar-gemborkan pengendalian lingkungan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia yang hidup, lebih baik kita serius untuk menjalankan langkah sederhana namun bermakna kemudian mengembalikan pemeliharaan lingkungan kepada penguasa dan pemilik semula, tempat jutaan makhluk selama ini mendukung kita.
Mari selamatkan bumi kita ini dari hal-hal ang dapat merusaknya. Apapun yang ingin kita selamatkan, lebih baik kita mengerjakannya sekarang juga. Terlambat jika kita akan memperbaikinya kelak. Karena terlambat dalam pengendalian nilai-nilai ekologi maka tak ada kesempatan lagi di kemudian hari. Let’s save our earth.(Redza)

Potret Kata Designed by Templateism | MyBloggerLab Copyright © 2014

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.