Secepat
itukah?. Aku rasa tidak. Karena ada banyak sekali hal yang memang patut kita
tunggu dengan sabar. Hingga kita memahami betul dengan sebaik-baiknya pemahaman.
Pada akhirnya, hingga kita pun tahu ada mutiara indah di balik tembok waktu
yang kita tunggu. Lantas kita merobohkan temboknya, berlari dengan riang
gembira di udara yang bebas dengan seutas seyum tertoreh menggapai mutiara itu.
Ah, yakin secepat itukah kau akan mengambilnya?. Padahal, bukankah tembok yang
kini di hadapanmu masih kokoh untuk kau robohkan?. Tidakkah kau menunggu hingga
tembok itu sedikit rapuh?.
Semudah
itukah?. Aku rasa tidak. Karena memang selalu ada kesulitan yang menerpa kita, sebelum
pada akhirnya kita akan berkata mudah pada suatu urusan. Naif jika hanya
berharap datangnya pagi tapi tanpa menunggu berkhirnya malam. Ah, alnangkah
riangnya ya jika bisa melewatinya. Padahal, dalam perjalanannya, ada banyak
sekali karang-karang yang menghadang, ada banyak sekali badai yang berderu
kencang, bahkan kadang menghancurkan kapal yang kita gunakan untuk mengarungi
samudra dan menghalangi kita tiba di tepian pulau yang indah. Padahal, ada pula
karena kegelisahan kita-lantas kita tak bisa untuk sedetik pun memejamkan mata
untuk terlelap. Hingga waktu akan terus mengungkung kita, menuggu indahnya mentari
pagi yang muncul akan terasa seperti menunggu tempias ombak tetapi kita hanya berdiri
di puncak gunung. Tak akan pernah mendapatkan tampiasnya. Aih, tak usah kau
pikirkan. Karena selama kau hanya perlu sedikit lagi menguatkan kembali
kemudimu untuk melawan ganasnya badai, kau akan tiba di tepian pulau indah yang
ingin kau kunjungi. Atau selama kau hanya perlu tenang dan memejamkan matamu untuk
memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang pelik, maka tak
terasa akan tiba segera sinar mentari lembut menerpa wajahmu. Menghangatkanmu
kembali setelah melewati dinginnya udara malam.
Sedangkal
itukah?. Aku rasa tidak. Karena unutk menemukan bangkai perahu yang kandas saja
kita perlu untuk menyelaminya. Kadang pula harus melewati palung yang dalam.
Hingga di dasar sana kita menemukan bangkai perahu-yang mungkin saja di bawah
kapal yang kandas itu ada ribuan mutiara yang tertindih. Hingga kita tak pernah
menyadari ada sesuatu yang sangat indah yang akan kau temui.
Ah
ya, ‘mungkin’ seperti itulah hati.
Secepat
itukah kau akan mengambil separuh hatimu yang lain?. Aku rasa tidak. Karena hati
adalah pengemudi terbaik yang akan mengantarkanmu menuju tujuan yang hendak kau
capai.
Semudah
itukah mengatur hati?. Aku rasa tidak. Karena hati adalah nahkoda yang akan mengatur
kehidupanmu.
Sedangkal
itukah perasaan yang tersembunyi dalam hati?. Aku rasa tidak. Karena hati
adalah lautan rahasia yang sangat dalam untuk kau selami.
Maka
sekarang, gengamlah tanganmu, lalu dekapkanlah di depan dadamu. Rasakan. Di
dalam sana, di dalam dadamu, ada kekuatan yang super hebat. Melebihi kuatnya
genggaman tanganmu yang kini kau dekapkan di dadamu. Nun di dalam sana, di
rongga dadamu yang begitu kokohnya terlindungi rusuk-rusukmu. Kekuatannya
seperti merontohkan segala pertahanan rusukmu. Lantas hanya sepersekian detik
rasa itu seperti menjalar ke seluruh tubuh. Menyelinap masuk ke dalam
tulang-belulang, organ-organ, dan sel-sel, dalam tubuhmu. Setiap inchi tak akan
terlewati untuk disinggahinya. Mengantarkan pesan-pesan perasaan. Membuatmu akan
merasakan satu diantara dua hal yang saling bertentangan, suka-cita ataukah
duka-lara.
Maka
itulah hati, yang kekuatannya bisa saja melebihi genggaman tangan yang kau
dekapkan di dadamu. Yang misteri di dalamnya tak mudah untuk diketahui. Itulah
hati. Yang akan kau pegang teguh, yang akan kau pahami, yang akan kau jaga. Itulah
Hati. :-)
-"Yaa
muqollibal qulub, tsabbit qolbi ‘ala diinik"-
(Wahai Dzat yang membolak-balikkan
hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar